Oleh : dr. Putu Dewi Pramusita, M. Biomed, Sp.T.H.T.K.L
Spesialis telinga hidung dan tenggorokan di BIMC Hospital Nusa Dua
Radang Telinga Tengah Pada Anak – Pernahkah anak anda rewel sembari memegang atau menarik-narik daun telinganya? Atau pada anak yang usianya lebih besar, mengeluhkan telinganya sakit hingga tidak dapat tidur di malam hari, bahkan mengeluhkan daya dengarnya berkurang? Atau mungkin anda sendiri memerhatikan adanya cairan yang keluar dari telinga anak, setelah sebelumnya ia mengalami batuk, pilek, nyeri tenggorok, maupun demam?
Bila hal-hal tersebut terjadi, terdapat kemungkinan buah hati anda mengalami peradangan pada telinga tengahnya. Hal ini perlu diwaspadai, sehingga dapat mengurangi risiko adanya masalah kesehatan yang berlanjut di kemudian hari.
Apakah radang telinga tengah?
Telinga kita secara umum terdiri dari tiga bagian, yakni telinga bagian luar, tengah, dan dalam, yang membantu kita dalam proses pendengaran. Telinga luar memegang peranan penting dalam menangkap dan meneruskan suara ke telinga tengah. Gendang telinga merupakan struktur yang menjadi batas antara kedua area ini. Di dalam telinga tengah, terdapat tulang pendengaran yang berhubungan dengan organ pendengaran di bagian dalam, sehingga suara kemudian dapat diproses dan diteruskan ke otak.
Selain itu, di area telinga tengah terdapat struktur penting lainnya, yakni saluran yang disebut sebagai Tuba Eustachius, yang menghubungkan telinga tengah dengan bagian belakang dari rongga hidung dan bagian atas tenggorok. Tuba Eustachius memiliki tiga fungsi utama, yakni menyaring dan mencegah kuman yang berpotensi masuk ke telinga tengah, menyalurkan lendir yang diproduksi oleh sel-sel pelapis telinga tengah menuju area belakang hidung, serta menyeimbangkan antara tekanan udara di dunia luar dengan area telinga tengah.
Radang telinga tengah merupakan keluhan telinga pada anak yang sering dijumpai pada praktik dokter sehari-hari. Radang telinga tengah merujuk pada suatu proses infeksi atau peradangan pada telinga bagian tengah. Dalam dunia medis, penyakit ini disebut sebagai otitis media, dan pada masyarakat awam dikenal dengan sebutan congek / curek.
Pada sebagian besar kasus radang telinga tengah, penyakit ini biasanya diawali oleh munculnya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), termasuk flu maupun radang tenggorok, baik oleh virus maupun bakteri. ISPA selanjutnya dapat menyebabkan penumpukan lendir atau peradangan pada lapisan di area belakang hidung atau bagian atas tenggorok.
Keadaan ini pada tahap selanjutnya dapat menyebabkan muara dari Tuba Eustachius tersumbat, bahkan turut terinfeksi dan mengalami peradangan, hingga masuknya virus atau bakteri ke telinga tengah. Kemudian akan terjadi penumpukan lendir yang diproduksi sel-sel pelapis telinga tengah, akibat proses radang dan saluran yang tersumbat. Cairan yang mengumpul itu juga dapat mengundang bakteri lebih banyak lagi sehingga dapat memperparah proses radang yang terjadi. Penumpukan cairan ini tentu akan mengganggu proses pendengaran, baik karena terganggunya proses hantaran suara maupun karena robeknya gendang telinga yang dapat terjadi akibat tekanan kuat dari banyaknya penumpukan cairan.
Radang telinga tengah dapat dialami baik oleh orang dewasa maupun anak-anak. Namun dari berbagai data penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa angka kejadian penyakit ini tinggi pada masa kanak-kanak. Badan Kesehatan PBB (WHO) memperkirakan bahwa 90% dari populasi dunia pernah mengalami setidaknya satu episode radang telinga tengah yang terjadi sebelum umur 2 tahun dan episode selanjutnya pada tahun pertama sekolah dasar.
Terdapat penelitian lain yang menunjukkan bahwa penyakit ini lebih mudah menyerang anak-anak di bawah usia 10 tahun, dan tertinggi pada usia 6-15 bulan. Diperkirakan pula, terdapat sekitar 25% anak yang sudah pernah mengalami radang telinga sebelum mereka genap berusia 10 tahun. Radang telinga tengah disebut sebagai penyakit kedua yang paling sering diderita anak usia balita setelah batuk dan pilek. Selanjutnya, terdapat penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Infectious Disease edisi September 1990 yang menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki riwayat radang telinga tengah berulang sebelum berumur 3 tahun mengalami gangguan wicara dan gangguan belajar yang lebih berat dibandingkan anak-anak lainnya yang mengalami radang telinga tengah setelah berusia di atas 3 tahun.
Dari berbagai data penelitian ini, tentu dapat disimpulkan bahwa radang telinga tengah merupakan masalah kesehatan yang cukup signifikan pada masa kanak-kanak dan dapat menimbulkan gangguan lainnya di kemudian hari.
Terdapat berbagai faktor penting yang menyebabkan rentannya anak-anak mengalami radang telinga tengah. Tuba Eustachius pada anak belum tumbuh sempurna, dengan karakteristik relatif lebih pendek, lebih sempit, dan lebih mendatar dibanding pada orang dewasa. Selain itu, kelenjar adenoid yang terletak di area belakang hidung dan atas tenggorok lebih signifikan dibandingkan orang dewasa, yang cenderung telah teregresi. Faktor lain yang memudahkan terjadinya penyakit ini pada anak adalah karena sistem pertahanan tubuh yang masih berkembang.
Radang telinga tengah sendiri terbagi menjadi 2 jenis berdasarkan durasi perjalanan penyakit, yakni radang telinga tengah akut dan kronis. Radang telinga tengah akut terjadi secara tiba-tiba dan berdurasi pendek. Apabila radang telinga tengah akut tidak menyembuh atau berlanjut lebih dari 2 bulan maka akan menjadi radang telinga tengah kronis. Beberapa faktor penyebab mengapa hal ini dapat terjadi adalah penanganan terapi yang terlambat atau tidak efektif, daya serang kuman penyebab yang tinggi, daya tahan tubuh penderita yang rendah, ataupun kebiasaan buruk yang dilakukan.
Faktir risiko terjadinya radang telinga tengah pada anak?
Terdapat beberapa faktor yang disebutkan dapat meningkatkan risiko terjadinya radang telinga tengah pada anak, seperti berjenis kelamin laki-laki; seseorang dengan keturunan Inuit ataupun India-Amerika; memiliki riwayat keluarga dengan penyakit radang telinga tengah berulang atau pun penyakit terkait seperti asma; berusia di bawah 10 tahun, terutama bayi yang berusia 6-15 bulan; berada di lingkungan berpolusi atau perokok; berada pada populasi yang sedang mengalami ISPA; berada di tempat penitipan anak, sehingga terdapat peningkatan risiko tertular infeksi dari anak lainnya; pemakaian dot; bayi yang kurang terpenuhi kebutuhan ASInya; memberi makan atau minum pada anak ketika mereka sedang berbaring; anak dengan bibir sumbing ataupun dengan sindrom Down.
Apa saja gejala radang telinga tengah pada anak yang perlu diwaspadai?
Orang tua sebaiknya dapat mencermati gejala radang telinga tengah yang dialami anak, utamanya pada bayi dan balita, karena pada usia tersebut tentu anak belum dapat mengutarakan secara jelas keluhannya. Gejala radang telinga tengah dapat sangat bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat, juga umumnya sesuai dengan fase perjalanan penyakit tersebut.
Secara umum, gejala radang telinga tengah akut ditandai dengan rasa nyeri pada telinga, demam, gangguan pendengaran, dan anak menjadi gelisah. Sedangkan gejala yang timbul pada radang telinga tengah kronis adalah telinga berair dengan cairan yang cenderung berbau, gangguan pendengaran yang cenderung berat, nyeri telinga, serta gangguan keseimbangan pada anak.
Gejala dari radang telinga tengah akut umumnya muncul pada 2-7 hari setelah terjadinya ISPA pada anak. Gejala-gejala inilah yang sekiranya harus lebih dicermati oleh orang tua, sehingga penyakit tersebut dapat ditangani lebih dini dan tidak berlanjut di kemudian hari. Adapun gejala yang umum dan mudah dikenali adalah nyeri pada telinga yang disebabkan tekanan dari cairan yang terkumpul pada gendang telinga. Pada anak yang sudah cukup besar, dia akan mengeluhkan sakit pada telinganya, sedangkan pada bayi dan balita, ia akan cenderung rewel, menangis sambil menarik-narik daun telinganya.
Selain itu, umumnya terdapat demam tinggi yang terkadang disertai diare, selera makan yang menurun bahkan hilang, juga gangguan ritme istirahat karena rasa nyeri pada telinganya. Keluarnya cairan kental dari lubang telinga dapat menjadi tanda robeknya gendang telinga akibat tekanan cairan yang kuat, dan setelahnya demam pada anak umumnya akan turun serta anak tidak terlalu rewel lagi, namun proses ini tetap perlu diwaspadai karena masih terdapat kemungkinan untuk menjadi radang telinga tengah kronis.
Pendengaran anak dapat terganggu sebagai akibat dari terkumpulnya cairan di rongga telinga tengah maupun robekan gendang telinga yang tidak menutup sebagaimana mestinya. Pendengaran pada anak yang terganggu ditandai dengan anak tidak memberikan respon terhadap suara yang pelan, pada anak yang lebih besar akan mengeraskan volume suara TV atau alat elektronik lainnya guna meningkatkan daya dengarnya.
Kapan sebaiknya anak dibawa ke dokter dan apa saja penanganan yang dapat dilakukan?
Sebagian besar kasus radang telinga tengah tidak memerlukan penanganan dokter. Kondisi ini umumnya akan pulih dengan sendirinya dalam beberapa hari. Namun terdapat pula kasus yang sekiranya memerlukan penanganan medis serta memerlukan waktu yang lebih panjang untuk sembuh, dengan rerata 7-10 hari.
Lamanya waktu penyembuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti jenis infeksi dan tingkat keparahannya, seberapa sering anak telah terserang radang telinga tengah, lamanya proses infeksi telah berlangsung, daya tahan tubuh anak, serta keadaan lingkungan dan praktik kebersihan sehari-hari.
Penanganan medis dibutuhkan apabila terdapat keadaan-keadaan seperti gejala yang tidak membaik dalam waktu 3 hari, anak yang cenderung sangat rewel karena nyeri hebat pada telinganya, terdapatnya nanah / cairan yang keluar dari telinga, ataupun anak memiliki kondisi bawaan seperti cystic fibrosis atau penyakit jantung bawaan yang membuat risiko terjadinya komplikasi meningkat.
Dalam mendiagnosis adanya radang telinga tengah, pertama-tama dokter akan menggunakan alat yang disebut otoskop guna mendeteksi ada tidaknya penumpukan cairan di telinga tengah dan mengevaluasi adanya tanda-tanda infeksi, seperti gendang telinga yang membengkak, gendang telinga yang berubah warna akibat proses radang atau pembentukan cairan, robeknya gendang telinga, maupun adanya cairan yang keluar dari telinga tengah ke liang telinga. Otoskop juga dapat digunakan untuk mengevaluasi ada tidaknya sumbatan pada Tuba Eustachius. Jika dirasa perlu, terdapat beberapa pemeriksaan lanjutan yang akan dianjurkan oleh dokter, seperti timpanometri, audiometri, maupun pencitraan, terlebih bila terdapat kecurigaan adanya komplikasi akibat proses radang telinga tengah.
Pengobatan yang akan diberikan oleh dokter berguna untuk meredakan rasa sakit dan demam yang mungkin dialami oleh anak, selain itu dapat dianjurkan pula untuk mengompres area di sekitar telinga yang sakit dengan handuk hangat. Guna mengatasi radang telinga tengah yang disebabkan oleh bakteri, dokter akan memberikan antibiotika, tentu dengan kesesuaian indikasi, dosis tepat, serta pengawasan yang baik.
Terdapat pula modalitas terapi lainnya seperti vasokonstriktor yang dapat membantu meredakan sumbatan yang terjadi. Bila sangat diperlukan, dapat pula dilakukan terapi yang relatif lebih invasif guna mengevakuasi cairan dari telinga tengah, pengangkatan adenoid yang mungkin menjadi sumber masalah, maupun untuk mengatasi komplikasi yang terjadi.
Komplikasi apa yang dapat terjadi akibat radang telinga tengah?
Sebagian besar kasus radang telinga tengah tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Tetapi risiko terjadinya komplikasi cukup tinggi pada anak yang berusia lebih muda, juga pada kasus radang telinga tengah yang tidak mendapatkan penanganan dini yang tepat dan adekuat. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat adanya radang telinga tengah pada anak adalah labirintitis (penyebaran infeksi ke telinga bagian dalam); mastoiditis (penyebaran infeksi ke tulang di belakang telinga); meningitis (penyebaran infeksi ke selaput pelindung otak dan saraf tulang belakang); abses otak (pembengkakan yang berisi nanah di dalam otak); kelumpuhan saraf wajah (akibat tekanan proses infeksi di telinga tengah pada saraf wajah); kolesteatoma (kumpulan sel-sel kulit abnormal di dalam telinga akibat infeksi telinga tengah yang sering kambuh atau bersifat kronis, yang dapat merusak struktur telinga dan mengganggu fungsi pendengaran); gangguan wicara dan perkembangan bahasa pada anak, akibat daya dengar yang terganggu.
Bagaimana cara mengurangi risiko terjadinya radang telinga tengah pada anak?
Setelah mencermati faktor-faktor risiko dan penyebab radang telinga tengah pada anak di atas, diharapkan para orang tua dapat melakukan berbagai cara pencegahan, seperti misalnya memberikan ASI seoptimal mungkin pada bayi; selalu menjaga kondisi kesehatan buah hati anda dengan asupan gizi seimbang dan praktik kebersihan diri yang benar; menjaga kebersihan udara utamanya di rumah dan menjauhkan anak-anak dari lingkungan berpolusi, atau lingkungan perokok, atau menghindari mereka yang sedang mengalami ISPA; mencoba melengkapi vaksinasi pada anak-anak sesuai jadwal, terutama vaksin pneumokokus dan vaksin DPT/IPV/Hib; tidak memberi makan atau minum pada saat anak berbaring; tidak memberikan minum dengan dot pada anak yang telah berusia 6 bulan atau lebih; serta memastikan anak mendapatkan penanganan yang optimal secara dini bila mengalami ISPA.
Poliklinik THT-KL BIMC Siloam Nusa Dua Bali
Poliklinik Spesialis THT-KL BIMC Hospital Nusa DuaBali mengembangkan unit pelayanan spesialistik yang berfokus pada kondisi yang berkaitan dengan telinga, hidung dan tenggorok, serta struktur terkait kepala dan leher.
Spesialis THT-KL di BIMC Hospital Nusa Dua Bali memiliki kompetensi dalam penanganan kondisi-kondisi medis dalam bidang THT-KL, seperti misalnya rinosinusitis, gangguan pada telinga dan pendengaran, gangguan pada amandel, vertigo, gangguan tidur serta masalah mendengkur, gangguan thyroid, gangguan suara, serta kanker di bagian leher dan tenggorok.
Dukungan penunjang medis seperti instalasi laboratorium dan radiologi akan membantu tim dokter dan dokter spesialis dalam mendeteksi berbagai kelainan dan penyakit pasien secara cepat dan tepat. Dengan pendeteksian dini, konsultasi dan pemeriksaan yang cukup lengkap, serta petunjuk medis yang sesuai, diharapkan ancaman yang timbul dari masalah pada organ telinga, hidung dan tenggorok akan dapat dicegah maupun diatasi dengan lebih dini dan optimal.
Salah satu spesialis THT adalah dr. Putu Dewi Pramusita, Sp.THT-KL atau yang lebih akrab disapa dr Sita. Beliau memperoleh gelar profesi dokter pada tahun 2008 dan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala dan Leher pada tahun 2016 di FK Universitas Udayana, Bali. dr. Sita aktif dalam berbagai presentasi dan publikasi ilmiah, yaitu : artikel “Radang Amandel pada Anak” (publikasi Bali Post, 23 Agustus 2009), pembicara pada 9th Annual Scientific Otology Meeting di Bandung tahun 2014 dengan judul “Karakteristik Pasien dengan gangguan Bicara dan Bahasa di Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah periode Juni 2012 – Juni 2013 (publikasi Jurnal Medicina FK Universitas Udayana).
Untuk menunjang kompetensinya, dr. Sita aktif dalam mengikuti berbagai simposium, beberapa diantaranya: New Development and Comprehensive Management in Allergic Rhinitis and Rhinosinusitis di Surabaya tahun 2014, 3rd International Annual Scientific Meeting Evidence-Based Medicine on HyperbaricOxygen Treatment di Denpasar tahun 2015, dan Simposium Diagnostik dan Penatalaksanaan Terbaru Beberapa Penyakit Telinga di Denpasar tahun 2016.
Untuk membuat jadwal pertemuan dengan spesialis THT-KL di BIMC HOspital Nusa Dua Bali, hubungi staf kami di No. (0361) 3000 911 atau WhatsApp di +62 811 3896 113.